Share

Jalan-jalan ke Waruga Lotta

<b>Jalan-jalan ke Waruga Lotta</b>

Jalan-jalan ke waruga di desa Lotta, Pineleng adalah hal yang sangat saya tunggu-tunggu selama berada di kota Manado. Letak waruga ini dari pusat kota tidaklah jauh apabila dibandingkan dengan lokasi kompleks waruga yang lain, misalnya di Airmadidi, Sawangan, Tondano, Tomohon, dan tempat-tempat lainnya. Saya sendiri sudah beberapa kali berkunjung ke kompleks waruga yang ada di luar kota selama beberapa bulan terakhir di tanah Toar Lumimuut ini, namun untuk berkunjung ke waruga di desa Lotta ini akhirnya baru kesampaian gaess….hahaa

Letak waruga Lotta ini dari jalan raya Manado-Tomohon (Dari gapura masuk di dekat patung Imam Bonjol) sampai ke kompleks waruganya berjarak sekitar 2,2 Km atau dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama kurang lebih 6 menit. Dari jalan depan dekat gapura masuk ke desa Kali dan Lotta, terlihat pangkalan ojek. Bagi pengunjung yang tidak membawa kendaraan dapat mengunakan jasa ojek di pangkalan tersebut. Kemungkinan harga ojek untuk jarak yang demikian berkisar antara Rp. 5000 sampai Rp 10.000.

Bagi pengunjung yang ingin berkunjung dengan membawa kendaraan sendiri, arah kompleks waruga Lotta ini tidak sulit untuk ditemukan. Memang untuk sampai ke tempat tujuan tidak terdapat papan penunjuk dan sebagainya, sehingga saya perlu bertanya kepada penduduk setempat. Ternyata tempatnya tidak sulit untuk ditemukan seperti yang saya bayangkan loh gaess.

Pengunjung tinggal mengikuti jalan lurus dari arah gapura dekat jalan raya sampai nanti di sebelah kiri terlihat Makam Pahlawan Imam Bonjol. Tidak jauh dari dekat Makam Pahlawan Imam Bonjol ini terdapat pertigaan, yakni yang satu arah belok kiri, dan yang satu arah lurus. Disini kita mengambil jalan yang lurus sampai nanti di sebelah kiri terlihat gereja Pantekosta di desa Lotta atau GPDI Lotta. Tepat di depan gereja GPDI Lotta ini ada jalan masuk ke arah kanan, ambilah jalur kanan itu.

Melewati jalur kanan di depan gereja GPDI Lotta ini, pengunjung cukup berjalan lurus (Tidak jauh) sampai nanti kompleks waruganya kelihatan. Kompleks waruganya berada di sebelah kiri jalan. Memang jalan disini sedikit berbatu namun jalan tidak sulit untuk dilalui.

Menurut cerita masyarakat yang saya dengar sebelumnya, waruga-waruga di tempat ini sebenarnya dulu tersebar di beberapa tempat, namun oleh kesadaran masyarakat adat dan budayawan, waruga-waruga ini dipindahkan dan dikumpulkan ke dalam suatu kompleks. Kompleks waruga ini cukup terawat. Terlihat pagar yang membatasi kompleks waruga dari jalan dengan dihiasi ornamen khas Minahasa yakni burung Manguni. Selain itu, terdapat juga beberapa keterangan tentang nama-nama leluhur Minahasa yang pernah berada di desa Lotta ini. Selain itu, terlihat sebuah guci antik (Kemungkinan terbuat dari sejenis tanah liat) yang diletakkan diatas keterangan tentang nama-nama leluhur desa Lotta ini.

Ukuran waruga-waruga yang dikumpulkan di kompleks ini cukup beragam. Ada beberapa waruga yang besar dan diletakkan di bagian depan, sedangkan beberapa waruga yang kecil diletakkan di bagian belakang. Terlihat di tengah area, terdapat 1 waruga yang sudah hancur dimana terlihat isi waruga tersebut berupa guci kuno yang juga sudah hancur. Menurut saya kompleks waruga ini cukup asri dan terawat.

Hal yang paling menarik dari kompleks waruga ini menurut saya, ternyata di bagian belakang waruga terdapat suatu tempat sakral yang dulunya dipakai sebagai tempat berunding oleh tetua-tetua adat desa Lotta ini loh gaess,,,penasaran kan? Tempatnya cukup luas dengan dikelilingi beberapa batu besar yang tertata membentuk persegi apabila dilihat dari atas. Di tengah-tengah tempat perundingan ini, terlihat 3 benda budaya berupa 2 menhir dan satu lesung batu. Sepertinya ketiga benda ini dipakai dulunya untuk keperluan upacara atau ritual adat.

<b>Jalan-jalan ke Waruga Lotta</b>

Tempat berunding atau pertemuan para leluhur desa Lotta terdahulu.

Sebelah kiri kompleks waruga ini terdapat beberapa rumah warga. Karena lokasi rumah yang sangat berdekatan dan di sisi rumah dengan kompleks waruga tidak ada pembatas, saya menyimpulkan (Kesimpulan sendiri nih gaess,,,haha) bahwa mungkin ini rumah juru kunci area waruga ini. Karena rumah ini sedang tutup pintu, saya tidak memberanikan diri untuk memanggil tuan rumah dan hanya foto-foto di sekitar area waruga.

<b>Jalan-jalan ke Waruga Lotta</b>

Terdapat 2 Menhir dan 1 Lesung Batu tepat ditengah tempat berunding.

Ternyata saya bernasib baik gaes hari ini. Di dapur rumah itu terlihat seorang anak yang baru selesai makan. Dia melihat saya dan tim, dan langsung saja tanpa membuang kesempatan saya bertanya apakah kompleks waruga di desa Lotta ini hanya berada disini. Ternyata tidak loh gaess, masih ada beberapa waruga yang lain. Dan yang paling menarik disini gaess, anak itu menawarkan diri untuk melihat waruga yang lain apabila saya dan tim mau melihat. Tanpa membuang kesempatan, langsung saja kami mengaminkan ajakan tersebut…haha

Ternyata tidak jauh dari kompleks waruga Lotta tadi, terdapat beberapa waruga yang terpencar. Saya diantar oleh anak sebelah rumah kompleks waruga Lotta tadi berjalan masuk ke jalan yang tidak terlalu lebar dan dikelilingi pohon besar sampai saya dan tim melewati satu rumah warga dan kemudian masuk ke dalam semak-semak dan pohon-pohon besar. Ya bagi saya ini sih masuk ke dalam hutan gaess. Sebaiknya kalau berkunjung kesini jangan lupa untuk memakai kaus atau kemeja lengan panjang yah gaes, karena nyamuk di area ini sangat ganas…haha.

Perjalanan untuk menemukan waruga-waruga yang terpencar ini sebenarnya tidak jauh gaes. Jarak waruga yang satu ke waruga yang lain hanya berjarak sekitar kurang lebih 50 meter. Dari letak-letak waruga ini, saya menyimpulkan hutan ini dulunya merupakan wanua atau perkampungan dari etnis Tombulu di Lotta ini.

Anak dari rumah sebelah kompleks waruga Lotta tadi mengantarkan kami melihat 3 waruga yang terpencar. Ketiga waruga yang terpencar ini mungkin lokasinya masih berada dalam hutan namun sebenarnya kondisi waruganya sendiri sangat terawat. Waruga-waruga ini terlihat bersih. Saya melihat mungkin area sekitar ditumbuhi semak-semak tinggi atau pohon-pohon besar namun waruganya sendiri sebenarnya dirawat dengan cukup baik. Saya juga melihat sisa-sisa sesajen dan dupa yang berada di waruga-waruga ini. Sepertinya waruga ini juga dikunjungi oleh beberapa orang yang memelihara kepercayaan lokal di tempat ini.

<b>Jalan-jalan ke Waruga Lotta</b>

Salah satu waruga yang tersebar di sekitar perkebunan warga.

Anak yang mengantarkan tim Bertumbuh.XYZ ini bernama Dior. Selama saya bercakap-cakap dengan Dior, kelihatannya anak ini agak paham dengan beberapa pertanyaan mengenai waruga (Menurut saya, ini anaknya juru kunci gaes..haha). Saya bertanya satu pertanyaan penting dalam ekspedisi saya kali ini yakni apakah masih ada waruga-waruga lain selain ketiga waruga yang terpencar ini. Menurut Dior, sebenarnya masih ada waruga yang lain, namun kebanyakan sudah tertimbun. Sekilas saya mengingat beberapa waruga saat ekspedisi melihat waruga di desa Woloan yang keadaannya sangat memprihatinkan.

Setelah puas mengamati ketiga waruga di desa Lotta ini, saya kembali menuju kompleks waruga utama tadi. Saya berjalan paling terakhir dari arah tiga waruga. Saat saya melewati satu-satunya rumah yang berdekatan dengan jalan semak-semak tadi, saya berpapasan dengan seorang nenek yang sedang membersihkan sayur dari hasil kebunnya. Tentu saja saat berpapasan dengan masyarakat saya permisi dan nenek itu membalas kata dengan bahasa melayu Manado.

Hal yang paling menyentuh hati saya adalah, nenek itu berpesan, “Nyong, ja datang-datang lia disini neh dari nyanda ada orang ja lia”, artinya adalah “Mas, sering datang-datang lihat disini yah karena tidak ada orang yang sering lihat”. Dengan kalimat yang demikian saya menjadi berpikir, kalau sebagian kecil masyarakat setempat disini sudah tidak ada, lalu siapa lagi yang akan merawat situs peninggalan atau warisan budaya leluhur Minahasa di tempat ini. Tempat ini sungguh butuh perhatian yang serius dari pemerintah dan masyarakat. Sungguh tempat ini merupakan tempat bersejarah yang perlu dilestarikan.

Berbicara mengenai desa Lotta, desa ini sendiri menurut beberapa budayawan dulunya merupakan suatu tempat yang sangat istimewa. Desa Lotta sendiri dulunya merupakan suatu negeri besar di Minahasa, khususnya etnis Tombulu, dan pernah menjadi ibukota distrik Kakaskasen. Pusat pemerintahan distrik Kakaskasen berada disini. Negeri ini dianggap strategis karena berdekatan dengan kota Manado. Pada tahun 1830-an, negeri ini dijadikan tempat buangan atau pengasingan oleh Belanda, yakni orang-orang yang menentang kekuasaan Belanda di daerah Hindia Belanda. Orang-orang yang diasingkan ini didatangkan dari Sumatera, salah satunya yang terkenal adalah Imam Bonjol.