Share

Ritual Adat Watu Pinawetengan Di Awal Tahun 2019

<b>Ritual Adat Watu Pinawetengan Di Awal Tahun 2019</b>

Ritual adat di Watu Pinawetengan (Batu Pinabetengan) hari ini tanggal 3 Januari 2019 dilaksanakan oleh segenap masyarakat adat Minahasa. Memang sudah menjadi acara tahunan setiap tanggal 3 Januari diadakan ritual adat. Tujuan utama ritual ini adalah sebagai bentuk ucapan syukur kepada Opo Wananatas atau Sang Pencipta dan bentuk penghormatan terhadap para leluhur Minahasa. Lokasi area watu pinawetengan sendiri adalah daerah yang sangat disakralkan dan dihormati oleh masyarakat Minahasa. Menurut kepercayaan masyarakat Minahasa, tempat ini dulunya adalah tempat para leluhur dari 9 etnis Minahasa berkumpul dan berunding. Ke-9 etnis Minahasa ini adalah Toulour, Tounsea, Tountemboan, Toumbulu, Toundanouw, Pasan, Ratahan, Ponosakan, dan Toubantik. Dalam hal ini, jelas dapat dikatakan bahwa musyawarah sudah dikenal oleh leluhur Minahasa dari abad mula-mula.

Pada ritual adat hari ini terlihat antusias dari berbagai elemen masyarakat Minahasa yang mengikuti acara ini maupun sekedar menyaksikan diselenggarakannya ritual adat ini. Ritual ini dihadiri oleh berbagai ormas adat, komunitas adat, sejarahwan dan budayawan, maupun berbagai kalangan masyarakat Minahasa sendiri dari berbagai etnis yang ada di Minahasa. Memang sesuai makna tempatnya, bahwa lokasi ini dulu tempat para leluhur Minahasa bersatu, demikian pula pada hari ini terlihat satu kesatuan dari berbagai elemen masyarakat yang ada di tanah Minahasa yang perduli dengan budayanya.

Watu pinawetengan menurut cerita rakyat Minahasa merupakan salah satu tempat para leluhur Minahasa kuno bertemu dan bermusyawarah atau berikrar satu keturunan Toar dan Lumimu’ut. Di tempat ini pula istilah ‘Minahasa’ itu diberlakukan. Minahasa atau Mina Esa atau Maesa, yang artinya menjadi satu atau bersatu. Berbagai solusi dari berbagai macam masalah diselesaikan melalui perundingan-perundingan yang dilakukan oleh para Dotu (Leluhur). Berdasarkan kesepakatan yang dicapai, terjadilah pembagian bahasa, daerah/pakasaan, adat, dan lain-lain berdasarkan etnis masing-masing. Berdasarkan cerita rakyat Minahasa, musyawarah era lampau yang dilakukan di tempat ini sudah berkali-kali.

Pada watu pinawetengan sendiri, terdapat goresan-goresan baik yang bentuknya dapat diketahui (Misalnya gambar manusia, dan lain-lain), maupun goresan tidak beraturan yang masih sukar diartikan oleh para arkeolog sampai sekarang. Walaupun demikian, menurut kepercayaan masyarakat setempat, goresan-goresan ini memiliki makna bagaimana tiap Dotu atau leluhur Minahasa berunding. Oleh sebab itu batu ini disebut watu pinawetengan yang artinya batu tempat pembagian.

Watu pinawetengan ini pernah menghilang atau terkubur dalam tanah dikarenakan bencana alam yang terjadi di masa lalu. Pada akhirnya, batu ini ditemukan kembali oleh J.G.F. Riedel dengan bantuan masyarakat setempat. Batu ini ditemukan di area perbukitan yang bernama bukit Tonderukan. Bukit ini berada di sekitar lereng gunung Soputan. Pada tahun 1888 dilakukan penggalian sesuai dengan analisa J.G.F Riedel dan J.A.T. Schwartz. Tidak jauh dari watu pinawetengan, juga terdapat dua batu yang memiliki nama, yakni watu Kopero dan watu Siou Kurur. Kopero dan Siou Kurur dikenal sebagai salah satu dari leluhur-leluhur Minahasa. Selain itu, sebenarnya ada beberapa batu di sekitar lokasi ini yang dipercaya bekas peninggalan leluhur era lampau namun belum diberi nama.

<b>Ritual Adat Watu Pinawetengan Di Awal Tahun 2019</b>

<b>Ritual Adat Watu Pinawetengan Di Awal Tahun 2019</b>

Pada masa sekarang ini, lokasi watu pinabetengan lebih dikenal berada di desa Pinabetengan, kecamatan Tompaso, kabupaten Minahasa. Jalan masuk ke watu pinawetengan ini melewati lokasi pacuan kuda Tompaso dan Museum Pinabetengan. Jalan masuk untuk sampai ke lokasi batu ini melewati pemukiman warga dan area persawahan. Jalannya setelah melewati pemukiman warga menanjak dan agak sempit, namun jalan tersebut telah diaspal.

Watu pinawetengan ini dapat dikunjungi oleh wisatawan kapan saja tanpa dibatasi waktu, namun dengan menuruti aturan-aturan yang telah ditetapkan, sebagai contoh melepaskan alas kaki ketika masuk ke dalam area watu pinawetengan. Watu pinawetengan kini telah menjadi cagar budaya kebanggaan rakyat Minahasa dan masih banyak pengunjung yang berziarah ke tempat ini. Tidak jauh dari batu ini terdapat juga objek wisata yang sudah cukup terkenal yaitu bukit kasih, Kanonang.