Share

Keris, Warisan Melayu Untuk Indonesia

<b>Keris, Warisan Melayu Untuk Indonesia</b>

Keris merupakan salah satu dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Apabila kita berbicara senjata tradisional khas Nusantara, siapa yang tidak kenal dengan keris. Rata-rata orang Indonesia tahu senjata tradisional yang bentuknya sangat khas ini. Keris dikenal sebagai senjata tradisional dengan 2 bentuk, yaitu bentuk yang berlekuk-lekuk dan bentuk yang lurus. Senjata tradisional ini tergolong ke dalam jenis senjata tikam, namun menurut budaya pemakainya, kebanyakan keris sendiri dibuat bukan untuk menyakiti, namun lebih dari itu mengandung suatu unsur yang filosofis menurut adat-istiadat. Dalam penerapannya, keris memang sudah menjadi kebanggaan bagi masyarakat Indonesia.

Mungkin kebanyakan orang mengira bahwa keris adalah senjata tradisional yang berasal dari daerah Jawa. Hal ini kurang tepat karena sampai saat ini belum bisa dipastikan dari mana asal muasal keris ini atau apa suku yang pertama kali memakainya. Namun lebih dari itu, dapat dipastikan bahwa keris sendiri memang berasal dari daerah Semenanjung Malaka atau Semenanjung Melayu dan sekitarnya, atau dengan kata lain, keris adalah senjata khas daerah yang berbudaya Melayu di Asia Tenggara. Karena hal ini, tidak heran keris juga menjadi senjata tradisional yang dapat di temukan di negara-negara tetangga misalnya Malaysia, Thailand, Kamboja, dan lain sebagainya. Selain itu, di Indonesia sendiri, keris tidak hanya menjadi senjata tradisional masyarakat Jawa, namun juga beberapa daerah yang berbudaya Melayu misalnya Palembang, Bengkulu, Bali, Pontianak, Banjarmasin, Makasar, Buton, dan lain sebagainya.

Istilah keris menurut beberapa sejahrawan dan budayawan berasal dari bahasa Sansekerta yakni Kress/Kriss yang artinya menusuk, sementara yang lainnya berpendapat bahwa keris berasal dari 2 kata dalam bahasa Jawa yakni ‘Sinengker’ yang artinya rahasia dan ‘Aris’ yang artinya bijaksana. Sebutan ‘Keris’ memang digunakan oleh sebagian besar masyarakat Jawa untuk menamakan senjata tradisional ini. Hal ini sah-sah saja karena masyarakat Jawa kuno memang adalah bagian dari rumpun Melayu. Selain sebutan keris, menurut budaya Jawa senjata tradisional ini juga memiliki nama-nama lain yakni Dhuwung, Curiga, Wangkingan, atau Siyunge Bathara Kala. Selain itu, penyebutan keris di beberapa daerah lain yang memiliki senjata tradisional ini juga memiliki sebutannya masing-masing sesuai dengan adat-istiadat atau budaya setempat misalnya masyarakat Bali menyebutnya Kedutan atau Kadutan, masyarakat Lampung menyebutnya Terapang, masyarakat Gorontalo menyebutnya Wamilo, dan lain sebagainya.

Dari sudut pandang filosofi yang ada pada masyarakat Jawa sendiri tentang senjata tradisional khas Melayu ini, keris memiliki 3 bagian yaitu pesi atau tangkai yang dimasukkan ke dalam pegangan, ganja (Gonjo) atau alas untuk dudukan bilah keris, dan bilah/wilah keris. Bilah keris biasanya terdapat corak yang disebut pamor dimana bahannya berbeda dengan bahan bilah (Sehingga berbentuk corak). Selain itu, bilah keris dapat dikategorikan menjadi 2 bentuk menurut filosofinya masing-masing, yaitu bilah keris yang berbentuk lurus dan bilah keris yang bentuknya berlekuk. Setiap keris yang bentuk bilahnya berlekuk, jumlah lekukan akan selalu ganjil. Jumlah lekukan keris dari yang terkecil hingga yang terbesar berjumlah 3, 5, 7, 9, 11, dan 13. Jumlah lekukan dari 3 sampai 13 sudah dibuat sejak era lampau, namun nampaknya pembuat keris-keris baru di era sekarang kini mulai memodifikasi bentuk keris menurut kreasinya masing-masing. Tidak heran apabila kita menemui keris dengan bentuk yang lain misalnya keris berlekuk lebih dari 13 atau keris yang berbentuk unik misalnya keris dengan bilah ganda, atau keris yang berbentuk kelabang, dan lain-lain. Terlepas dari kreasi masing-masing, keris-keris zaman dahulu dibuat dengan ritual khusus dan dengan tujuan tertentu sehingga bentuk bilah dan pamor keris memiliki filosofinya masing-masing. Memang dulunya para empu (si pembuat) membuat keris dengan maksud sebagai perlambangan permohonan kepada Sang Pencipta.

Pada masyarakat Jawa, keris dapat dikategorikan berdasarkan area dan era pembuatannya. Era pembuatan keris ini disebut tangguh. Berikut beberapa tangguh pembuatan keris menurut buku Ensiklopedia Budaya Nasional:
• Kabudan, abad ke 6 – 9
• Kahuripan, abad ke 11
• Jenggala, abad ke 11 pertengahan
• Singasari, abad ke 11 pertengahan
• Madura Tua, abad ke 12 – 14
• Pajajaran, abad ke 12 – 14
• Segaluh, abad ke 13
• Tuban, abad ke 12 – 18
• Blambangan, abad ke 12 – 13
• Majapahit, abad ke 13 – 14
• Pengging Witaradya, abad ke 13
• Demak, abad ke 14
• Pajang, abad ke 14
• Mataram Senopaten, abad ke 14 – 15
• Mataram Sultan Agung, abad ke 16
• Mataram Amangkurat, abad ke 17
• Surakarta, tahun 1726 – 1945
• Yogyakarta, tahun 1755 – 1945
• Kamardikan, tahun 1945 – sekarang

<b>Keris, Warisan Melayu Untuk Indonesia</b>

Keris Singo Barong Tangguh Mataram Sultan Agung

Note: Keris memang banyak ditemukan di daerah-daerah yang berbudaya Melayu. Saking banyaknya daerah yang menggunakan senjata tradisional ini, rasanya penulis akan sedikit kesulitan apabila membahasnya satu per satu. Meninjau hal ini tanpa mengurangi informasi untuk bertumbuh bersama, maka penulis membahas seputar keris sebagai senjata tradisional dari sudut pandang masyarakat Jawa.