Share

Perjuangan pahlawan intelektual DR. Sam Ratulangi untuk Indonesia

<b>Perjuangan pahlawan intelektual DR. Sam Ratulangi untuk Indonesia</b>

Monumen Sam Ratulangi di Tondano, Sulawesi Utara. Diresmikan pada tanggal 30 Juni 1987 oleh Wakil Ketua MPR RI, G. H Mantik.

DR. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi adalah tokoh intelektual dan pahlawan nasional Indonesia asal Minahasa yang sangat berjasa dalam pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Beliau lebih dikenal sebagai Sam Ratulangi. Sam Ratulangi terkenal dengan filsafatnya yakni ‘Si tou timou tumou tou’ yang artinya manusia hidup untuk memanusiakan manusia lain.

Sam Ratulangi lahir di Tondano, Sulawesi Utara pada tanggal 5 bulan Nopember tahun 1890. Beliau adalah anak dari Jozias Ratulangi (Seorang guru di Hofden school) dan Agustina Gerungan. Sam Ratulangi memulai pendidikannya di Europesche Lagere School (Sekolah dasar zaman Belanda) di Tondano pada usia 6 tahun, kemudian ia melanjutkan pendidikan di Hoofden School (Sekolah lanjutan). Sam Ratulangi adalah anak yang cerdas dan sangat bersemangat dalam pelajaran. Karena hal ini, beliau mendapatkan beasiswa dari pemerintah. Pada tahun 1904, Sam Ratulangi berangkat ke Batavia untuk melanjutkan pendidikannya. Tahun 1908, ia menyelesaikan pendidikannya di sekolah teknik Koninginlijke Wilhelmina School sebagai teknisi mesin. Sebenarnya niatnya ingin bersekolah di STOVIA yakni sekolah dokter di Jakarta – dimana ia memiliki sepupu di sekolah itu waktu belajar di Hoofden School – namun niat itu dirungkannya.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di sekolah teknik Koninginlijke Wilhelmina School, Sam Ratulangi bekerja di sebuah pabrik kereta api di Bandung. Disanalah beliau menerapkan ilmu yang didapatnya ketika bersekolah. Namun kenyataannya sangat mengecewakan. Meskipun jabatannya disana sama dengan pegawai Belanda, namun upah yang diterimanya tidak sebanding karena ia seorang pribumi. Selain itu, pegawai Belanda diperbolehkan tinggal di hotel yang dimana sewa hotel itu dibayar oleh perusahaan, sedangkan Sam Ratulangi harus menyewa rumah sendiri di daerah perkampungan. Perlakuan yang tidak adil ini membuat Sam Ratulangi kecewa. Karena hal ini, beliau memiliki tekad untuk berada lebih diatas dari orang-orang Belanda itu. Beliau pun belajar untuk memperoleh tingkatan menengah (Middlebare Acte), namun pada akhirnya pendidikan ini harus terhenti karena ia menerima telegram bahwa ibunya sakit keras. Karena hal ini pula, beliau akhirnya kembali ke Tondano. Ibu Sam Ratulangi meninggal kemudian namun Sam Ratulangi sempat menemuinya.

Di Tondano, setelah semua urusan disana selesai, Sam Ratulangi menjual warisannya dimana uang yang diperolehnya digunakan untuk berangkat ke Belanda dan bersekolah di sana. Di Belanda, Sam Ratulangi memperoleh Ijazah ilmu pasti pendidikan sekolah menengah atau Middelbare Acte Wiskunde en Paedagogiek (Ijazah kelas menengah matematika dan pedagogi), kemudian beliau melanjutkan kuliah di Vrije Universiteit van Amsterdam selama 2 tahun. Tahun 1915, Sam Ratulangi lulus sebagai guru ilmu pasti. Beliau juga sempat menjadi ketua Indische Vereniging atau perhimpunan mahasiswa Hindia di Eropa. Di Belanda, beliau diketahui berhubungan dengan tokoh-tokoh nasional seperti Cipto Mangunkusumo, Sosrokartono (Kakak R.A. Kartini), Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), dan Danudirja Seitabudi (Douwes Dekker) dimana mereka memiliki semangat nasionalisme yang sama. Disinilah kata ‘Indonesia’ diasosialisasikan oleh Sam Ratulangi.

Pendidikan Sam Ratulangi terus berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Beliau melanjutkan pendidikannya di Swiss atas bantuan Mr. Abendanon (Seorang Belanda yang beraliran etis/hendak memajukan Indonesia). Sam Ratulangi kemudian memperoleh gelar Doktor di Universitas Zurich di bidang fisika dan matematika tahun 1919. Di Swiss, beliau pun dipilih sebagai ketua Association d’ Etudiant Asiatiques, yakni gabungan mahasiswa dari negeri-negeri di Asia. Dengan semua gelar dan prestsi yang ia dapatkan dalam waktu yang tidak lama adalah bukti bahwa beliau seorang yang sangat cerdas. Kecerdasan beliau pun tidak disimpan untuk dirinya sendiri. Setelah pendidikannya di strata paling tinggi selesai, beliau kembali ke Hindia-Belanda untuk mengajar. Beliau sempat mengajar di sekolah teknik kejuruan Prinses Juliana School dan di Algemene Middlebare School di Yogyakarta. Di sekolah ini rata-rata muridnya adalah anak-anak Belanda. Setelah ini, Sam Ratulangi pindah ke Bandung. Di Bandung, beliau mendirikan perusahaan asuransi bersama DR. R. Tumbelaka yang bernama Levensverzekering Maatschappij Indonesia yang berlokasi sekitar jalan Braga. Perusahaan ini adalah perusahaan pertama yang menggunakan kata ‘Indonesia’ dimana zaman itu belum dikenal. Sam Ratulangi adalah orang pertama yang menggunakan istilah ‘Indonesia’ dalam kampanyenya. Menurut beliau Indonesia bukan hanya kesatuan wilayah namun juga kesatuan politik dimana Hindia-Belanda yang terdiri dari pulau-pulau lebih pantas disebut sebagai Indonesia karena kata ‘Indonesia’ lebih mengandung makna persatuan untuk mencapai kemerdekaan. Sebagai seorang yang berasal dari Tondano, Sam Ratulangi sudah pasti mengenal semangat perjuangan leluhurnya dalam perang Tondano (1808-1809) yang berjuang habis-habisan untuk merebut kemerdekaan.

Kebanyakan orang mungkin mengetahui bahwa kata ‘Indonesia’ ditemukan oleh George Samuel Windsor Earl dan James Richardson Logan dan dipopulerkan oleh Adolf Bastian yang berarti kepulauan India. Menurut Prof. DR. Albert Sinolungan SH., mantan Rektor Universitas Manado di Tondano, Sam Ratulangi adalah Orang pertama yang mengenalkan kata Indonesia. Puluhan tahun sebelum Earl, Logan, dan Bastian, kata ‘Indonesia’ sudah dipakai sebagai kata sandi oleh orang Minahasa dalam perang Tondano (1808-1809). Kata sandi ini adalah ‘Endonei Sia’ dalam dialek Toulour/Toukakas, Toutemboan, Toubulu,Tounsawang, atau ‘Induni Sia’ dalam dialek Toudano/Remboken yang berubah bunyi menjadi Indonesia. Kata ‘Endonei/Induni Sia’ artinya ‘rebut kembali dia’. Kata sandi ini lebih mengarah kepada semangat perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan dari kolonialisme. Sebagai seorang yang berasal dari daerah Tondano, Sam Ratulangi sudah pasti mengenal semangat perjuangan leluhurnya dalam perang Tondano (1808-1809) dimana saat itu negeri lama Minawanua di Tondano diserbu, dikeroyok, dan dibantai seperti binatang oleh pasukan gabungan Belanda dan bala bantuannya. Ketika menjadi ketua Indische Vereniging tahun 1913-1915 (Perhimpunan mahasiswa Hindia), disinilah Sam Ratulangi mengasosialisasikan kata Indonesia dan maknanya dan ide itu disetujui oleh semua. Di gedung pemuda Jakarta, Presiden Republik Indonesia Soekarno dalam amanatnya tanggal 18 Agustus 1960 di depan audiens kongres mahasiswa dan pelajar Minahasa se-nusantara mengulangi perkataan Sam Ratulangi, “Ideku, ratusan atau ribuan pulau-pulau dan penduduknya satu Indonesia. Ideku sudah disampaikan dan disetujui pemuda-pemudi yang sedang belajar di Belanda.” Kata Indonesia ini dipopularisasi oleh Soekarno di Hindia-Belanda dan terbawa ke sumpah pemuda tahun 1928.

Sam Ratulangi bersama dengan Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker, dan Ir. Crane mengadakan rapat besar di Bandung pada tahun 1922, dimana dalam rapat ini istilah ‘Indonesia’ kembali diperkenalkan oleh Sam Ratulangi sebagai motivasi untuk membangun semangat dalam meraih kemerdekaan. Selain itu, di rapat itu juga disampaikan bahwa bangsa ini perlu pemerintahan sendiri atau zelf gouvernement.

Tahun 1924, Sam Ratulangi tinggal di Manado. Tahun 1924 sampai 1927, beliau menjabat sebagai sekretaris Minahasa Raad (Dewan Minahasa). Disana beliau menghapus sistem kerja paksa Belanda (Yang dilakukan secara halus, berbeda dengan kerja rodi di Hindia-Belanda) kepada rakyat Minahasa dan membuka transmigrasi ke daerah Minahasa selatan. Di tahun 1927 juga, Sam Ratulangi bergabung dengan Volksraad atau dewan rakyat (Lembaga perwakilan rakyat Indonesia) dimana beliau sebagai perwakilan dari Minahasa. Lewat lembaga ini, Sam Ratulangi terus membela hak-hak pribumi dari kolonialisme dan perjuangan rakyat dalam mendapatkan kemerdekaan. Pidato keras dilakukan oleh Sam Ratulangi sewaktu beliau di Volksraad. Beliau mengatakan, “Hapuskan perbedaan antara bangsa Belanda dengan bangsa Indonesia. Sungguh amat banyak hal-hal yang tidak adil yang dirasakan oleh bangsa Indonesia, baik di bidang politik, ekonomi, pendidikan, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan-perbedaan itu harus segera ditiadakan!”

Sam Ratulangi semakin berpengaruh dan memotivasi orang-orang pribumi untuk memperoleh haknya di tanahnya sendiri. Tentu saja hal ini tidak diinginkan Belanda. Oleh karenanya, beliau sempat dipenjara oleh pemerintah Belanda selama 4 bulan di desa Sukamiskin, Bandung dengan perkara ongkos jalan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Hal ini hanyalah tipu muslihat Belanda karena kuatir akan pengaruh Sam Ratulangi yang semakin besar pada bangsa Indonesia. Sam Ratulangi juga sempat menulis buku berjudul Indonesia in den Pasifiek ketika krisis ekonomi pada tahun 1930an. Beliau juga banyak mendirikan organisasi sosial kemanusiaan dan banyak memimpin organisasi buruh dari tahun 1938 sampai 1942.

Tahun 1942, Jepang datang ke Indonesia. Bermodalkan kalimat rayuan bahwa Jepang adalah sekutu dan sahabat Asia, awalnya kedatangan ini disambut baik namun pada akhirnya rakyat Indonesia kembali kepada kolonialisme yang bahkan lebih kejam dari pemerintah Belanda. Tentara-tentara Belanda yang tadinya berada di nusantara banyak yang ditangkap oleh serdadu Jepang. Hal ini membuat keluarga-keluarga mereka banyak yang terlantar. Sam Ratulangi pun tidak berdiam diri, melalui Badan Penolong Korban Perang Sulawesi, beliau membantu para keluarga tentara Belanda yang terlantar itu. Badan ini kemudian berubah menjadi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS). Karena keberanian dan kepemimpin maupun rasa belas kasih yang dimiliki Sam Ratulangi, beliau diberi gelar ‘Tonaas’ oleh rakyat Minahasa.

Tahun 1944, Sam Ratulangi menerima tawaran oleh pemerintah Jepang untuk menjadi penasehat angkatan laut Jepang yang saat itu menguasai wilayah Indonesia bagian timur dan berkedudukan di Makasar. Sam Ratulangi dengan jabatannya itu, diam-diam terus berusaha untuk mempersatukan semangat rakyat untuk mendapatkan kemerdekaan. Adapun organisasi yang dibentuknya bernama Sumber Darah Rakyat dimana melalui organisasi ini ia terus memberi informasi kepada rakyat bahwa posisi Jepang semakin lemah dan terdesak dalam perang dunia dan Indonesia sangat berpeluang untuk memperoleh kemerdekaan. Pihak militer Jepang bahkan tidak mengetahui apa tujuan organisasi ini dibentuk. Sementara itu, di Jakarta, telah dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dimana Sam Ratulangi, Andi Sultan Daeng Raja, dan Andi Pangeran Daeng Parani hadir sebagai utusan atau wakil dari Sulawesi.

Tahun 1945, akhirnya Jepang menyerah kepada sekutu (Setelah Hiroshima dan Nagasaki dibumi-hanguskan oleh sekutu). Tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamirkan di Jakarta. Sam Ratulangi kemudian menjabat sebagai Gubernur Sulawesi dan berkedudukan di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.

Ternyata pihak Belanda masih saja belum melepaskan wilayah Nusantara, pada bulan September pasukan Belanda bersama NICA (Nedherlands Indies Civil Administration) kembali ke Makasar untuk mengambil alih pemerintahan. Tentu saja hal ini tidak dapat diterima. Oleh karenanya, Sam Ratulangi mengadakan perlawanan dan membentuk Pusat Keselamatan Rakyat. Perang pun tidak dapat dihindarkan. Tanggal 5 April 1946, Sam Ratulangi dan para stafnya ditangkap. Beliau dipenjara di selama 1 bulan di Ujung Pandang, kemudian diasingkan di Serui, Irian Jaya. Semangat juang dan pengaruh Sam Ratulangi tidak dapat dibendung, beliau pun mendirikan organisasi Ibunda Irian dan Partai Kemerdekaan Irian untuk membagikan semangat kemerdekaan bagi rakyat Irian.

Tanggal 17 Januari 1948, pihak Belanda dan Indonesia melakukan perjanjian Renville (Dilakukan diatas kapal angkatan laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville). Sam Ratulangi akhirnya dibebaskan. Beliau pun ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung dan delegasi Indonesia dalam perundingan dengan Belanda. Pada tanggal 10 Nopember 1948, di RRI disiarkan pernyataan keras dari Sam Ratulangi yang menentang Indonesia Bagian Timur dari Republik Indonesia. Pernyataan ini dikenal sebagai ‘Manifes Ratulangi’.

Pada tahun 1948, rencananya Sam Ratulangi akan berangkat ke Filipina untuk membawa misi persahabatan namun hal itu tidak terlaksana karena beliau ditangkap oleh Belanda yang pada saat itu sedang melakukan agresi militer kedua. Januari tahun 1949, Sam Ratulangi dibawa oleh Belanda ke Jakarta untuk diasingkan di pulau Bangka namun hal itu tidak pernah terjadi karena kesehatan beliau semakin memburuk.

Tanggal 30 Januari 1949 dini hari, Sam Ratulangi akhirnya menghembuskan nafas terakhir dalam penahanan Belanda. Diketahui bahwa pada malam hari sebelum beliau meninggal, beliau sempat bertemu dengan Wolter Mongisidi. Sam Ratulangi dimakamkan di pekuburan tanah abang yang kemudian akhirnya dipindahkan ke tanah kelahirannya di Tondano, Minahasa.

DR. Sam Ratulangi sangat berjasa dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Karena jasa-jasanya yang besar, almarhum DR. Sam Ratulangi dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 5 Nopember 1961. Di daerah asalnya, Tondano, Sulawesi Utara, pemerintah setempat membangun sebuah monumen yang cukup megah lengkap dengan relief perjuangan beliau yang berlokasi bersebelahan dengan makamnya di dalam satu kompleks yang cukup luas. Model makam dari DR. Sam Ratulangi nisannya dibuat menyerupai waruga (Kuburan kuno leluhur Minahasa yang terbuat dari batu).

<b>Perjuangan pahlawan intelektual DR. Sam Ratulangi untuk Indonesia</b>

Makam Sam Ratulangi

<b>Perjuangan pahlawan intelektual DR. Sam Ratulangi untuk Indonesia</b>

Batu Nisan Sam Ratulangi

<b>Perjuangan pahlawan intelektual DR. Sam Ratulangi untuk Indonesia</b>

Gapura Makam dan Monumen Sam Ratulangi

<b>Perjuangan pahlawan intelektual DR. Sam Ratulangi untuk Indonesia</b>

Relief perjuangan Sam Ratulangi yang terdapat pada sisi kiri tangga naik menuju monumen.