Share

Kaisar Akihito Dan Gobi Dari Minahasa

Beberapa hari yang lalu Kekaisaran Jepang mengalami momen yang sangat penting dalam perjalanan kepemimpinan dengan sistem Kerajaan. Negara dengan julukan matahari terbit ini memang memiliki Kaisar sebagai Kepala Negara. Kaisar Akihito sebagai Kepala Negara beberapa hari lalu turun dari tahta kekaisarannya.

Kaisar Jepang Akihito meninggalkan tahtanya sebagai Kaisar Jepang pada tanggal 30 April 2019. Gelar Kekaisaran Jepang ini diwariskan kepada anaknya yakni Putra Mahkota Naruhito yang menjadi Kaisar pada tanggal 1 Mei 2019. Kaisar Naruhito sendiri merupakan anak sulung dari Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko. Anak-anak Kaisar Akihito sendiri selain Kaisar Naruhito yang dengan gelar sebelumnya Hiro No Miya atau Pangeran Hiro yang baru saja menjadi Kaisar Jepang, yakni Fuhimito dengan gelar Akishino No Miya atau Pangeran Akishino dan Sayako dengan gelar Nori No Miya atau Puteri Nori.

Kaisar Akihito dilahirkan pada tanggal 23 Desember tahun 1933 di kota Tokyo. Kaisar Akihito ini dilahirkan di era Heisei atau era perdamaian. Beliau diberi nama Tsugunomija Akihito dan merupakan anak tertua dari Kaisar Hirohito dan Permaisuri Nagako. Diketahui, Kaisar Akihito merupakan keturunan langsung dari Kaisar Jimmu yang ke 125 yang merupakan Kaisar pertama Kekaisaran Jepang.

Kaisar Akihito sendiri merupakan Kaisar pertama yang mendobrak aturan Kerajaan yang telah ada selama beratus-ratus tahun lamanya dengan menikahi Shoda Michiko yang bukan berasal dari kalangan bangsawan Jepang, 7 tahun setelah penobatannya sebagai Kaisar. Kaisar Akihito sendiri dinobatkan sebagai Kaisar Jepang pada tanggal 12 Nopember 1990.
Pada masa mudanya, Kaisar Akihito menggeluti kegiatan sebagai peneliti ikan atau Ichthyologist. Beliau banyak menulis artikel-artikel atau jurnal penelitiannya mengenai spesies ikan, terutama spesies ikan Goby atau Gobioidea. Tidak heran, nama Akihito cukup terkemuka dalam penelitian ikan dari ordo Gobioidea ini.

Kecintaannya penelitian tentang ikan membuat Akihito yang semasa itu masih sebagai pangeran berteman baik dengan seorang guru besar dari Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado yang bernama Bambang Soeroto. Pertemanan ini terjadi sebelum dan sesudah Akihito menjadi Kaisar Jepang.

Menurut beberapa sumber, Soeroto pernah menyurat juga dengan melampirkan hasil penelitiannya kepada Akihito tentang jenis ikan Payangka (Bahasa lokal) yang berada di danau Tondano karena tidak menemukan literatur tentang spesies ikan itu. Ternyata surat ini direspon positif oleh Pangeran Akihito sehingga beliau meminta sampel ikan Payangka itu. 5 jenis sampel ikan dikirim kepada Akihito lewat konsulat Jepang yang berada di Makassar.

Dengan respon yang positif dari Putra Mahkota kekaisaran Jepang ini, surat-menyurat Akihito dan Soeroto sebagai peneliti ikan pun terus berlanjut. Akihito sendiri pernah ke Indonesia pada tahun 1962 saat masih bergelar Putra Mahkota dan tahun 1992 saat beliau sudah menjadi Kaisar Jepang.

Menurut beberapa sejahrawan asal Minahasa, Putra Mahkota Akihito pernah datang ke tanah Minahasa pada saat berusia 10 tahun saat perang dunia kedua sedang panas-panasnya. Kedatangannya yang kedua sekitar setahun sebelum beliau naik tahta menjadi Kaisar Jepang. Kedatangannya ke tanah Minahasa bermaksud untuk meneliti ikan payangka (Bahasa lokal, yakni sejenis ikan gabus namun warnanya agak kemerah-merahan) yang berada di danau Tondano. Ikan ini diberi nama latin Ophieleotris Aporos. Selain itu, beliau juga pernah berkunjung ke situs budaya Minahasa yakni Batu Pinabetengan atau Watu Pinawetengan. Disisi lain, argumen-argumen ini tidak memiliki dokumentasi yang jelas sehingga tidak bisa membuktikan kedatangan Putra Mahkota Akihito di tanah Minahasa.