Share

Batik Minahasa…Seni Baru Dengan Budaya Lama

Batik adalah salah satu budaya asli Nusantara. Batik sendiri sudah ada sejak abad permulaan dan berkembang di pulau Jawa. Secara etimologi, asal kata batik berasal dari bahasa Jawa yaitu ‘Amba’ yang artinya menulis dan kata ‘Nitik’ atau ‘Titik’. Secara umum, pengertian batik adalah kain yang bergambar atau bercorak yang dibuat dengan proses-proses tertentu sesuai dengan khas daerah tertentu. Awalnya batik dibuat dengan cara ditulis atau diterakan malam pada kain polos. Proses membatik ini membutuhkan keahlian khusus atau keterampilan dalam menggambar. Seni batik di indonesia sendiri secara keseluruhan baik teknik, motif, maupun budayanya telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi atau Masterpiece of the Oral and Intangible Herritage of Humanity sejak Oktober tahun 2009.

Seiring perkembangan zaman, batik dilakukan dengan menggunakan cap untuk mendapatkan gambar detail dengan proses yang lebih mudah. Sekalipun menggunakan cap, namun prosesnya tetap membutuhkan keterampilan dan ketelitian dalam menempelkan gambar pada kain. Dewasa ini, kain batik dibuat dengan alat moderen seperti mesin printer sehingga terdapat banyak batik printing yang beredar di kalangan masyarakat.

Sekalipun batik-batik printing banyak yang beredar, namun pencinta kain batik yang dibuat secara manual (Batik tulis dan batik cap) tidak berkurang. Walaupun harganya diatas batik printing, namun batik tulis dan batik cap tetap diminati oleh berbagai kalangan. Hal-hal ini mendukung budaya batik yang dibuat secara manual tetap bertahan di dunia moderen ini. Selain itu, banyak juga seniman-seniman kreatif di Indonesia terus mengembangkan budaya membatik ini sehingga budaya ini tidak punah. Karena kreatifitas pembuatnya maupun peminatnya yang banyak, seni batik menjadi salah satu produk industri atau kerajinan tangan di Indonesia yang dapat menunjang perekonomian.

Di Sulawesi Utara khususnya Suku Minahasa, kain asli budaya Minahasa sendiri adalah kain tenun. Kain tenun Minahasa sempat memiliki pasarnya sendiri di abad-abad pertama, namun di era kolonialisme Belanda di Nusantara, tenun Minahasa sempat menghilang. Menurut catatan Graflaand di bukunya De Minahasa, dulunya tenun dibuat dengan menggunakan foso atau ritual adat yang rumit. Kemungkinan karena pengaruh budaya barat dan agama Kristen, tenun-tenun asli Minahasa mulai ditinggalkan sehingga menghilang kurang lebih 200-an tahun lamanya. Di abad sekarang ini, tenun Minahasa mulai muncul kembali dengan nama tenun Bentenan. Motif tenun ini diambil dari motif tenun kain-kain Minahasa lama yang berada di museum-museum di luar Sulawesi Utara (Kebanyakan museum di Belanda). Kain tenun Bentenan sekarang ini diproduksi dan dikembangkan oleh Yayasan Karema.

Daerah kewedanan Bentenan sendiri dulunya terdapat sebuah pelabuhan besar yang bernama Mandolang dimana pelabuhan ini menjadi portal dagang antar pulau. Kain-kain tenun Minahasa ini dikenal dengan nama kain Bentenan kemungkinan karena pedagang asing mendapatkannya dari daerah Bentenan, yang sebenarnya beberapa coraknya adalah milik atau khas beberapa suku di Minahasa.

Seiring perkembangan zaman, kain batik di Minahasa semakin banyak dan memiliki pasarnya sendiri. Sebagian besar kain batik yang banyak diperdagangkan di Sulawesi Utara adalah batik printing atau batik moderen. Bermacam-macam motif di Nusantara yang terdapat pada batik printing ini. Beberapa tahun terakhir, beberapa produsen mulai memakai motif atau corak yang berkaitan dengan budaya Minahasa, misalnya waruga, manguni, rumah adat, dan lain-lain sehingga kain ini dinamakan Batik Minahasa. Selain batik printing, sebenarnya ada juga kreatifitas batik tulis dan batik cap yang dikembangkan oleh Wale Batik Minahasa. Kreatifitas ini ternyata disambut positif dengan daya beli masyarakat yang optimis sehingga batik Minahasa mulai menjadi tren oleh-oleh khas Sulawesi Utara dan memiliki Brand-nya sendiri.