Share

Seberapa valid tuturan turun-temurun untuk adat dan budaya?

Cerita atau tuturan turun-temurun telah menjadi salah satu media komunikasi yang disampaikan oleh leluhur kepada keturunannya dalam menyampaikan suatu informasi. Biasanya informasi ini dianggap penting untuk disampaikan karena menyangkut nilai-nilai yang berarti atau dibutuhkan bagi seseorang maupun komunitas atau lingkungannya.

Pada masyarakat adat, cerita lokal atau tuturan turun-temurun menjadi salah satu bagian dari kekayaan budaya atau kearifan lokal dalam bentuk lisan. Secara umum memang kisah-kisah menarik seperti perjuangan suatu suku atau kepahlawanan seorang pria dalam suatu komunitas adat di masa lampau akan terus diceritakan dari generasi ke generasi. Hal ini menjadi kebanggaan setiap suku bangsa dan seakan-akan menjadi wajib untuk diceritakan pada setiap generasi.

Selain itu, ada juga informasi-informasi lisan seperti hukum adat yang berlaku, aturan-aturan informal yang berlaku, aturan dalam ritual adat, maupun cara mengolah kerajinan tangan yang terus diinformasikan dari generasi ke generasi. Hal ini yang biasanya kita sebut dengan budaya.

Adat dan budaya adalah bagian dari suatu bangsa yang telah menjadi identitas bangsa itu sendiri. Adat dan budaya diperkenalkan dari generasi ke generasi dengan media lisan dan tulisan. Tulisan telah menjadi sarana penyampaian dan perekam suatu informasi yang digunakan oleh leluhur kepada sesamanya (Satu generasi) maupun kepada keturunannya. Selain tulisan, adapun penyampaian lisan yang dilakukan untuk menyampaikan informasi kepada lawan bicara maupun keturunannya. Penyampaian lisan kepada kepada generasi sesudahnya inilah yang menjadi cerita turun-temurun saat ini.

Nilai dan realita

Pernahkah anda mendengar kata-kata ini? “Makan nasi harus dihabiskan karena kalau tidak nasinya nanti menangis”. Kebanyakan generasi yang lahir dibawah tahun 1990 mendapatkan pesan dari orang tua yang mungkin tidak jauh berbeda dengan kalimat ini. Hal ini diberitahukan oleh orang tua ketika sedang mengajar anaknya mengenai cara makan yang baik dan benar.

Apabila kita membaca kalimat diatas dengan seksama, mungkin secara logika sangat tidak masuk diakal. Kalimat terdengar sangat ganjil, bagaimana mungkin nasi yang sudah menjadi benda mati bisa mengeluarkan ekspresi menangis. Bahkan ketika nasi tersebut masih berupa tanaman padi yang merupakan benda hidup, padi tidak akan pernah mengeluarkan ekspresi menangis.

Memang secara logika kalimat ini tidak masuk diakal, namun sebenarnya di dalam kalimat ini terkandung ajaran atau pesan yang sangat baik bila diterapkan yakni jangan pernah menyia-nyiakan makanan (Khususnya nasi). Tidak semua orang bisa makan nasi pada saat mereka lapar. Lagi pula, untuk mendapatkan nasi membutuhkan pengorbanan seperti energi yang terbuang maupun materi (Berupa uang) yang dikeluarkan. Sangat disayangkan apabila nasi terbuang begitu saja.

Di sini kita dapat melihat bahwa kalimat “Makan nasi harus dihabiskan karena kalau tidak nasinya nanti menangis” mungkin terdengar aneh, namun inilah cara masyarakat dulu mengajarkan generasi-generasi selanjutnya mengenai hal makanan. Ada nilai yang sangat penting untuk diinformasikan di dalam kalimat yang terdengar aneh bagi mereka yang menggunakan logika. Cara penyampaian ini memang tidak tertulis, namun kemungkinan besar akan diulang dari generasi yang satu kepada generasi di bawahnya karena dulunya hal ini merupakan cara yang manjur untuk mengajar anak-anak untuk menghabiskan nasi yang sudah disediakan untuk dimakan.

Selain penyampaian lisan seperti contoh diatas, ada juga penyampaian lisan yang diikuti oleh tata cara dalam menunjang informasi yang sedang disampaikan. Misalnya bagaimana menangkap ikan menggunakan tombak ikan. Dulunya orang tua akan memberitahukan musim apa saja untuk mendapatkan banyak ikan atau kapan saja waktu yang tepat untuk melakukannya, bagaimana cara membuat peralatannya, bahkan sampai cara melakukannya. Ikan kecil biasanya bersembunyi di dekat batu di pinggiran sungai dan untuk tepat sasaran dalam menombak ikan jarak kita tidak boleh terlalu jauh atau terlalu dekat, dan masih banyak lagi.

Cara menombak ikan ini penyampaiannya agak berbeda dengan contoh sebelumnya mengenai makan nasi. Cara menombak ikan penyampaiannya diikuti oleh detail-detail bagaimana cara melakukannya agar hasilnya terlihat baik. Penyampaian informasi yang diikuti oleh tata cara biasanya lebih ampuh untuk diterima dan diulangi oleh generasi sesudahnya.
Hal diatas hanya merupakan sedikit contoh diantara ribuan contoh lainnya mengenai nilai-nilai yang disampaikan dan realita yang terjadi dalam perkembangan penyampaian informasi antar generasi. Tiap daerah tentu memiliki adat dan budaya atau caranya tersendiri dalam menyampaikan pesan secara lisan kepada generasi-generasi sesudahnya.

Dongeng dan legenda

Cerita rakyat telah menjadi bagian dari kekayaan budaya yang ada pada masyarakat adat di dunia. Di Indonesia sendiri banyak cerita rakyat yang mewarnai kekayaan budaya yang ada di Indonesia, misalnya kisah tentang Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu, kisah tentang Jaka Tarub dan para bidadari, kisah tentang Gajah Mada yang gagah perkasa, cerita tentang Nyi Roro Kidul sang penguasa pantai selatan, kisah si manis jembatan Ancol yang cantik namun menyeramkan, kisah tentang manusia kerdil yang sering menyesatkan orang di hutan, dan masih banyak lagi cerita-cerita klasik dari berbagai daerah di Indonesia. Beberapa diantaranya menjadi legenda yang sangat dihormati oleh masyarakat adat.

Semua cerita-cerita rakyat yang ada dituturkan turun-temurun oleh generasi sebelumnya secara lisan namun beberapa diantaranya didukung oleh media tulisan baik melalui prasasti maupun literatur-literatur asing. Beberapa diantaranya dipercaya sebagai kisah yang benar-benar terjadi di masa lampau, namun yang lainnya dipercaya sebagai cerita dongeng untuk menghibur atau menakut-nakuti anak-anak yang dilakukan oleh generasi sebelumnya.
Dongeng dan legenda memang sudah menjadi bagian dari sebuah komunitas adat yang ada. Dongeng dan legenda ini merupakan sastra lama yang dituturkan secara turun-temurun dalam suatu komunitas dan menjadi kekayaan budaya dalam bentuk sastra, baik lisan maupun tulisan.

Dongeng dapat diartikan sebagai sebuah cerita masa lampau yang menarik namun tidak benar-benar terjadi. Biasanya dongeng dibumbui dengan khayalan-khayalan yang sukar untuk dinalar. Hal ini berbeda dengan legenda. Legenda merupakan sebuah cerita rakyat yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah sehingga dianggap benar-benar pernah terjadi. Segala bentuk hal-hal yang sukar untuk dinalar yang ada pada legenda biasanya diabaikan atau bahkan dipercaya karena secara garis besar kejadiannya di masa lalu diyakini pernah terjadi.

Penyampaian secara lisan mudah berubah

Pernahkah anda mengikuti kegiatan outbond dimana di dalamnya terdapat permainan menyampaikan kalimat pada beberapa orang dalam satu kelompok? Yang sudah pernah mungkin sudah ada gambaran tentang tulisan ini. Namun yang belum pernah main permainan ini, berikut saya jelaskan sedikit tentang tata cara permainan ini.

Permainan ini dilakukan dalam satu kelompok yang terdiri dari banyak orang, biasanya minimal 7 sampai 12 orang atau lebih. Para pemain permainan ini akan membentuk barisan panjang dan semua menghadap ke satu sisi arah depan (A membelakangi B, B membelakangi C, dan seterusnya). Nantinya pembuat game akan memberi kalimat yang cukup panjang dimana kalimat ini akan dilihatkan kepada pemain pertama. Pemain pertama ini harus membisikan (Jangan sampai terdengar pemain lain) kepada pemain kedua kalimat yang sudah dibacanya, selanjutnya pemain kedua harus membisikan kalimat yang baru saja didengarnya kepada pemain ketiga, dan begitu selanjutnya sampai kepada pemain terakhir.

Tujuan permainan ini adalah pemain terakhir harus mengucapkan kalimat yang dibaca oleh pemain pertama secara tepat dan benar. Bagaimanakah hasilnya? Rata-rata permainan ini berakhir dengan kegagalan. Mungkin ada kelompok yang mengucapkannya dengan benar (Pesannya) namun kalimatnya tidak tepat (Sudah berkurang atau bertambah). Saya beri contoh berdasarkan pengalaman saya tentang permainan ini:
• Pemain terdiri dari 4 kelompok dengan masing-masing anggota berjumlah 10 orang
• Kalimat yang harus disampaikan berbunyi ‘Ibu memanaskan kuah soto Banjar dan saus Padang di atas wajan sebelah kompor warna biru tua’

Bagaimana hasil akhir tiap kelompok? Berikut hasil kalimat akhirnya:
• Kelompok 1 = Ibu memanaskan kuah soto padang di atas kompor biru
• Kelompok 2 = Ibu memasak soto Banjar saus Padang dengan wajan di atas kompor
• Kelompok 3 = Ibu memasak diatas wajan soto Padang dan soto Banjar dengan kompor
• Kelompok 4 = ibu memasak soto dan saus padang di dapur pakai kompor

Hasil akhir dari permainan ini pada setiap kelompok menjadi berbeda dengan kalimat yang seharusnya disampaikan. Di atas kita bisa melihat hasil akhir kelompok-kelompok tersebut ada yang mendekati kebenaran namun informasinya berkurang dan ada yang mengarang informasi baru, misalnya kata ‘Dapur’ pada kelompok 4.

Tujuan sebenarnya dari permainan ini adalah mengajarkan kita bahwa ucapan lisan yang kita ucapkan apabila disampaikan kepada orang lain dan disampaikan lagi kepada orang selanjutnya hasil akhirnya akan berbeda bunyi. Dari permainan yang sederhana ini, kita mendapatkan wawasan tentang validitas nilai dan pesan yang terkandung dalam suatu informasi sedang disampaikan.

Permainan menyampaikan kalimat menjadi riset sederhana seberapa validnya informasi lisan yang disampaikan dari satu penutur kepada penutur yang lain dan seterusnya. Bisakah kita bayangkan bagaimana tuturan turun-temurun dalam bentuk cerita rakyat yang disampaikan dalam bentuk lisan tanpa media penunjang kebenaran cerita tersebut? Apakah akan bergeser bentuk dan alur ceritanya? Bagaimana pun jawabannya, tidak sedikit kearifan lokal sastra dalam bentuk cerita rakyat yang sudah punah atau pun tidak diceritakan lagi di era sekarang ini, contohnya kisah tentang raja buaya Koingotan dan anaknya Rumambi pada rakyat Minahasa.

Hubungan antara tulisan dan lisan

Di era sekarang ini untuk mendapatkan suatu informasi tidak terlalu sulit. Berkembangnya jaringan internet di tiap penjuru dunia sangat memudahkan kita dalam mencari suatu informasi. Hal ini sangat berbeda dengan masyarakat yang hidup di era-era sebelum teknologi menjamur di penjuru dunia. Mungkin kita pernah menonton film kolosal dimana terdapat adegan seseorang mengirim pesan menggunakan burung merpati, atau seorang utusan kerajaan yang berjalan kaki berhari-hari demi menyampaikan pesan raja kepada raja yang lain. Yah, seperti itulah salah satu cara masyarakat dulunya mengirim pesan atau informasi.

Tulisan telah menjadi sarana penunjang dalam menyampaikan informasi sejak zaman dahulu. Dengan adanya tulisan, penyampaian informasi dapat disampaikan secara tepat karena tulisan tidak berubah. Hal ini berbeda dengan penyampaian lisan dari penutur yang satu kepada penutur yang lain (Dan seterusnya) yang kemungkinan besar mengalami perbedaan bunyi sehingga pesan yang disampaikan tidak tepat sasaran.

Umumnya tulisan dibuat diatas media yang bertahan lama sehingga pesan yang dituangkan dalam tulisan dapat disampaikan kepada generasi-generasi sesudah tulisan itu dibuat. Masyarakat lampau dulunya membuat tulisan-tulisan dengan bermacam-macam cara misalnya memahatnya di dinding batu, memahat di atas batu, maupun menggores tulisan di atas kertas. Ada pun media yang digunakan seperti alat pahat dari batu maupun logam, batu kapur atau batu tulis, maupun tinta dan pensil bulu.

Tulisan-tulisan dari masa sebelumnya ini sudah pasti validitas pesan yang ingin disampaikan lebih akurat dibandingkan dengan cara lisan karena pesan dalam tulisan tidak pernah berubah (Kecuali dirubah dengan sengaja). Hal inilah yang disadari sejak lama oleh kaum intelektual di masa lalu. Banyak pesan-pesan yang ingin disampaikan dibuat dengan tulisan dengan tujuan untuk menginformasikan sesuatu kepada generasi mendatang. Sebagai contoh, tulisan-tulisan pada prasasti. Semua isi dari prasasti mengandung pesan kepada generasi berikutnya tentang bagaimana keadaan dan peristiwa yang terjadi di masa itu atau yang pernah terjadi sebelumnya.